I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Masalah
Sistem ketatanegaraan
suatu negara mempunyai ciri-ciri khas yang tertuang dalam konstitusi . Konstitusi ini merupakan bagian dari tata hukum suatu negara yang secara khusus
mengatur organisasi kenegaraan. Oleh
sebab itu negara dan kostitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya.
Setiap negara memiliki
konstitusi yang lebih dikenal dengan istilah undang-undang dasar (UUD). Negara Republik Indonesia memiliki sistem
pemerintahan negara berdasarkan UUD
45. Berdasarkan undang-undang
tersebut bentuk Negara Indonesia adalah
republik dan menganut kedaulatan rakyat
dengan sistem pemerintahan
presidentil. Sistem tersebut dalam
prakteknya di Indonesia mengembangkan ajaran Trias Politika Montesquieu tidak
murni.[1] Dengan menggunakan ajaran tersebut maka
mekanisme sistem politik negara kita terdapat kehidupan politik meliputi
suprastruktur politik dan infrastruktur politik. Suprastruktur politik di Indonesia meliputi
lembaga legislatif (DPR), lembaga eksekutif (presiden), dan lembaga yudikatif
(MA); khususnya di negara kita terdapat lembaga lainnya yaitu MPR, DPR, dan
BPK. Oleh sebab itu negara kita
menerapkan ajaran Trias Politika tidak murni.[2] Infrastruktur politik dapat terdiri dari komponen-komponen politik yaitu partai
politik, golongan kepentingan, golongan penekan, dan alat komunikasi politik.
Dadal organisasi negara
terdapat lembaga-lembaga negara yang merupakan alat perlengkapan negara. Hubungan tata kerja antarlembaga negara dalam
menyelenggarakan kehidupan organisasi negara menimbulkan sistem ketatanegaraan
menurut UUD 45 berlaku di Negara RI.
Dalam undang-undang tersebut dibatasi mengenai kelembagaan negara
tingkat pusat yaitu MPR, presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA. Hubungan tata kerja antarlembaga negara
tersebut menurut konstitusi UUD 45
dinyatakan dengan tegas pemisahan antara
kekuasaan legislatif (DPR) dan kekuasaan eksekutif (presiden) yang satu sama
lainnya tidak dapat mempengaruhi. Lebih lanjut dikatakan bahwa pelaksanaan
pemerintahan diserahkan kepada presiden, sedangkan kekuasaan kehakiman
(pengadilan) menjadi tanggungjawab MA.[3] Selain lembaga-lembaga negara tersebut, di
Indonesia ditambahkan kekuasaan konstitutif (MPR), insfektif (BPK), dan
konsultatif (DPA); juga presiden dapat diberhentikan oleh MPR bila melanggar GBHN yang ditetapkan oleh MPR. Dengan adanya penambahan sistem pembagian
kekuasaan tersebut dan presiden dapat diberhentikan oleh MPR maka hubungan kerja antarlembaga negara
tingkat pusat bukan sistem pemerintahan presidentil murni tetapi negara kita
menganut sistem presidentil tidak murni.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang
diajukan adalah
l.
Apakah pengertian kelembagaan negara?
2. Bagaimana keberadaan kelembagaan negara
menurut UUD 45?
3. Bagaimana hubungan antarkelembagaan negara
menurut UUD 45?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini
adalah
l.
Untuk mengetahui pengertian kelembagaan negara.
2. Untuk mengetahui keberadaan kelembagaan
negara menurut UUD 45.
3. Untuk mengetahui hubungan antarkelembagaan
negara menutut UUD 45.
l.4 Manfaat Penulisan
l.
Menambah pengetahuan mengenai pengertian kelembagaan negara.
2. Menambah pengetahuan mengenai keberadaan
kelembagaan negara menurut
UUD 45.
3. Menambah pengetahuan mengenai hubungan
antarkelembagaan negara
menurut UUD 45.
II.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kelembagaan Negara
Lembaga adalah cetakan,
model, takaran, badan untuk sesuatu ukuran (usaha).[4]
Lembaga adalah badan
(organisasi) bertujuan untuk melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau
melakukan suatu usaha.[5]
Negara merupakan suatu organisasi di
antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama
mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui adanaya suatu
pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa
kelompok manusia yang ada di wilayahnya.Organisasi negara dalam suatu wilayah
bukanlah satu-satunya organisasi, ada organisasi-organisasi lain (keagamaan,
kepartaian, kemasyarakatan dan organisasi lainnya yang masing-masing memiliki
kepribadian yang lepas dari masalah kenegaraan). Secara umum negara dapat
diartikan sebagai suatu organisasi utama yang ada di dalam suatu wilayah karena
memiliki pemerintahan yang berwenang dan mampu untuk turut campur dalam banyak
hal dalam bidang organisasi-organisasi lainnya.
Terdapat beberapa elemen yang berperan dalam membentuk suatu negara. Elemen-elemen tersebut adalah:
Terdapat beberapa elemen yang berperan dalam membentuk suatu negara. Elemen-elemen tersebut adalah:
1. Masyarakat
Masyarakat merupakan unsur terpenring dalam tatanan suatu negara. Masyarakat
atau rakyat merupakan suatu individu yang berkepentingan dalam suksesna suatu tatanan dalam pemerintahan.
Pentingnya unsur rakyat dalam suatu negara tidak hanya diperlukan dalam ilmu
kenegaraan (staatsleer) tetapi perlu juga perlu melahirkan apa yang disebut
ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu pengetahuan baru yang khusus
menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan. Sosiologi merupakan ilmu
penolong bagi ilmu hukum tata negara.
2. Wilayah (teritorial)
Suatu negara tidak dapat berdiri tanpa adanya suatu wilayah. Disamping pentingnya unsur wilayah dengan batas-batas yang jelas, penting pula keadaan khusus wilayah yang bersangkutan, artinya apakah layak suatu wilayah itu masuk suatu negara tertentu atau sebaliknya dipecah menjadi wilayah berbagai negara. Apabila mengeluarkan peraturan perundang-undangan pada prinsipnya hanya berlaku bagi orang-orang yang berada di wilayahnya sendiri. Orang akan segera sadar berada dalam suatu negara tertentu apabila melampaui batas-batas wilayahnya setelah berhadapan dengan aparat (imigrasi negara) untuk memenuhi berbagai kewajiban yang ditentukan.
Paul Renan (Perancis) menyatakan satu-satunya ukuran bagi suatu masyarakat untuk menjadi suatu negara ialah keinginan bersatu (le desir de’etre ansemble). Pada sisi lain Otto Bauer menyatakan, ukuran itu lebih diletakkan pada keadaan khusus dari wilayah suatu negara.
3. Pemerintahan
Ciri khusus dari pemerintahan dalam negara adalah pemerintahan memiliki kekuasaan atas semua anggota masyarakat yang merupakan penduduk suatu negara dan berada dalam wilayah negara.
Ada empat macam teori mengenai suatu kedaulatan, yaitu teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat.
2.2 Kelembagaan Negara Menurut UUD 45
Mekanisme sistem politik suatu
negara, umumnya meliputi dua suasana (kehidupan) politik yaitu[6]
1. Suprastruktur politik (suasana kehidupan
politik pemerintahan) yaitu hal-hal
yang bersangkutan dengan kehidupan
lembaga-lembaga negara yang ada serta
hubungan kekuasaannya antara satu dengan
lainnya
2. Infrastruktur politik (suasana kehidupan
politik rakyat) yaitu suasana politik
yang
terdapat di dalam kehidupan masyarakat yang memberikan pengaruh
terhadap tugas-tugas dari lembaga-lembaga
negara dalam suasana
pemerintahan.
Infrastruktur
menggambarkan suasana kehidupan politik rakyat
yang terdapat di dalam kehidupan masyarakat. Suasana kehidupan politik rakyat ini
menggambarkan berbagai kekuatan atau
persekutuan politik rakyat yang terdiri
dari partai politik, golongan kepentingan, golongan penekan, tokoh-tokoh
politik, dan media komunikasi politik.[7]
Lebih lanjut dikatakan
bahwa supra struktur menggambarkan suatu
suasana kehidupan pemerintahan. Hal ini
tampak pada lembaga-lembaga pemerintahan, lembaga-lembaga negara yang mempunyai
peranan dalam proses kehidupan pemerintahan.
Pada kenyataannya lembaga-lembaga negara yang mempunyai peranan dalam
menentukan proses kehidupan berdaulat rakyat.
Dengan demikian antara kehidupan infrastruktur dan suprastruktur dapat
mempengaruhi satu sama lain.
Ssuasana kehidupan
politik rakyat menurut UUD 45 dalam
kaitannya dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat adalah suprastruktur meliputi
hubungan tata kerja unsur lembaga negara MPR, BPK, DPR, presiden, DPA, dan MA; sedangkan infrastruktur meliputi suasana
politik dalam kehidupan masyarakat, misalnya adanya perpol, golongan
kepentingan, golongan penekan, tokoh politik, dan media komunikasi politik.
Dalam organisasi negara
terdapat lembaga-lembaga negara yang merupakan alat pelengkap dari negara. Hubungan tata kerja antara lembaga negara
sebagai satu kesatuan dalam penyelengaraan kehidupan organisasi negara menimbulkan
sistem ketatanegaraan. Sistem
ketatanegaraan menurut UUD 45 dibatasi
mengenai kelembagaan negara tingkat pusat yaitu lembaga tertinggi negara dan
lembaga-lembaga tinggi negara serta hubungannya, terutama hubungan antara
lembaga legislatif dan eksekutif yang mewujutkan sistem ketatanegaraan atau
sistem pemerintahan negara.
Ketatanegaraan
Indonesia telah mengalami perubahan struktur yaitu struktur krtatanegaraan
sebelum perubahan (amandemen) UUD45 dan struktur ketatanegaraan setelah perubahan (amandemen) UUD 45.[8]
Struktur
ketatanegaraan sebelum
perubahan UUD 45 terdapat enam lembaga negara yaitu MPR, DPR, Presiden, BPK,
dan MA. Struktur ketatanegaraan sesudah
perubahan UUD 45 terdapat BPK, MPR (DPD dan DPR), Presiden (wakil presiden dan
para menteri), dan kekuasaan kehakiman (MA, KY, dan MK).
Majelis permusyawaratan
rakyat (MPR)
Majelis permusyawaratan
rakyat sebelum amandemen (perubahan) UUD 45
mempunyai susunan dan keanggotaan terdiri atas anggota-anggota DPR, utusan organisasi
peserta pemilu, utusan daerah, utusan golongan karya ABRI, dan
utusan golongan
sebagaimana ditentukan UUD 45. Kekuasaan
(wewenang) MPR adalah sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi di dalam negara, menetapkan UUD dan GBHN, memilih presiden
dan wakil presiden, dan mengubah UUD 1945.
Sidang-sidang MPR meliputi sidang umum, sidang istimewa, dan keputusan-keputusan
majelis permusyawaratan rakyat.
Tugas-tugas pokok MPR
setelah amandemen UUD 1945 hanya menetapkan dan mengubah UUD 1945 serta melantik,memberhentikan presiden, dan
wakil presiden sesuai dengan UUD 1945.
Kedudukan MPR tidak sebagai lembaga tertinggi negara tetapi MPR sebagai lembaga tinggi negara setara dengan lembaga tinggi negara lainnya.
Dewan perwakilan rakyat
(DPR)
Dewan perwakilan rakyat
sebelum UUD 1945 diamandemen mempunyai susunan keanggotaan DPR terdiri atas
organisasi peserta pemilu dan golongan karya ABRI. Dewan perwakilan rakyat memegang kekuasaan
legislatif. Dalam praktek ketatanegaraan Indonesia, banyak RUU yang berasal
dari pemerintahan, sementara RUU usul inisiatif DPR hampir tidak dijumpai. Hal ini disebabkan (l) dalam kenyataannya
pihak pemerintah (presiden) yang lebih banyak mengetahui persoalan kongkrit
dalam kehidupan kemasyarakatan, (2) pemerintahan lebih banyak mempunyai tenaga
ahli dibidang pembangunann dan kehidupan kenegaraaan, dan (3) prosedur membicarakan RUU usul inisiatif lebih berat
daripada prosedur yang harus dilaksanakan dalam pembicaraaan RUU dari
pemerintah.
Tugas-tugas pokok
DPR sebagai lembaga legislatif adalah
(1) membuat undang-undang dan ikut serta menentukan kebijaksanaan pemerintahan,
oleh karena itu pada umumnya DPR mempunyai hak inisiatif anggota, hak
amamdemen, dan hak budget serta (2) melakukan fungsi pengawasan terhadap
pemerintahan, oleh karena itu DPR mempunyai hak-hak: hak mengajukan pertanyaan, hak interpelasi,
dan hak angket.
Dewan perwakilan rakyat
setelah UUD 45 diamandemen memilih anggotanya melalui pemilu, pemilu ini
bertujuan untuk memilih partai. Partai yang mendapatkan suara banyak dapat mendudukkan anggotanya di DPR.
T ugas dan wewenang DPR adalah membentuk undang-undang yang dibahas
dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama, menyusun dan menetapkan
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
bersama presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPR dan melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan UUD 45, undang-undang, dan peraturan
pelaksanaannya.
Majelis permusyawaratan
rakyat mempunyai anggota DPR dan DPD yang semuanya dipilih melalui pemilu. Adanya DPD ini . untuk menyeimbangkan yang
berkaitan dengan kebijakan di pusat dan di daerah. Dewan ini mempunyai tugas dan wewenang adalah
mengajukan rencana undand-undang otonomi daerah kepada DPR, hubungan antara
pusat dan daerah, dan sumber daya ekonomi.
Dewan ini juga memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN, RUU
tentang pajak, pendidikan, dan agama. Kedua dewan ini mempunyai perbedaan, DPR
merupakan lembaga aspirasi politik, sedangkan DPD merupakan penyalur
aspirasi keragaman daerah.
Presiden
Presiden berdasarkan
UUD 1945 bahwa presiden ialah kepala
kekuasaan eksekutif dalam negara, presiden ialah penyelenggara pemerintahan
negara yang tertinggi, presiden dibantu
oleh wakil presiden dan para menteri.
Para menteri dianggkat dan diberhentikan oleh presiden, para menteri tersebut
tidak bertanggungjawab kepada DPR. Kekuasaan
presiden sebagai kepala negara berhubungan dengan kekuasaan militer, kekuasaan
diplomatik, kekuasaan yudikatif, dan kekuasaan yang merupakan hak istimewa
presiden (prerogatif).
Berdasarkan UUD 45 yang telah diamandemen, pasangan presiden dan
wakil presiden diusulkan oleh partai politik sebelum pemilu dimulai. Presiden
terpilih menjalani masa jabatannya selama lima tahun. Tugas dan wewenang presiden adalah membentuk
UU yang dibahas dengan DPR untuk mendapatkan persetujuan bersama, menyusun dan
menetapkan APBN bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPR, dan
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UUD RI 1945, undang-undang, dan
peraturan pelaksanaannya. Presiden juga
melakukan tugas-tugas kenegaraaan, bila presiden tugas keluar negeri maka wakil presiden menggantikan tugas-tugas presiden. Menteri adalah orang-orang yang diangkat oleh
presiden untuk membantu memperlancar pekerjaan presiden. Menteri dibagi tiga yaitu menteri departemen,
memteri negara, dan menteri koordinator.
Dewan pertimbangan
agung (DPA)
Berdasarkan UUD 45 yang
belum diamandemen, DPA berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden
dan berhak mengajukan kepada pemerintah.
Dewan ini sebagai badan penasehat pemerintah yang mempunyai kewajiban
memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada pemerintah (presiden). Keberadaan DPA berfungsi mendampingi
pemerintah tidak terlepas dari azas kekeluargaan yang dianut oleh UUD 45 yang dapat memberi ciri tersendiri dalam
sistem kelembagaan negara di Indonesia.
Keberadaan DPA setelah UUD 45 diamandeman, DPA tidak termasuk dalam lembaga tinggi negara.
Badan pengawas keuangan
(BPK)
Badan ini sebelum UUD
45 diamandemen , BPK adalah lembaga atau badan yang memeriksa tanggung jawab
tentang keuangan negara. Badan ini
merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah. Badan ini bersama DPR mengawasi pemerintah, khususnya dalam
pendayagunaan keuangan negara dengan cara melakukan pemeriksaan penggunaan
keuangan negara. Tugas BPK dapat
dikatakan bersifat teknis operatif, tidak bersifat politis. Oleh karena itu kewenangan BPK hanya
melakukan pemeriksaan apakah anggaran telah digunakan untuk mencapai sasaran
yang ditujukan dan apakah penggunaan itu sesuai dengan ketentuan dengan UU yang
berlaku. Badan ini tidak mempunyai
kewenangan lain, kecuali memberitahukan hasil pemeriksaan itu kepada DPR.
Badan ini setelah UUD
45 diamandemen mempunyai anggota lembaga yang dipilih oleh DPR dengan
pertimbangan dari DPD. Badan ini
independen artinya kerja mereka tidak dipengaruhi oleh badan lain sehingga
hasil kerjanya jujur dan dapat dipertanggungjawabkan. Badan pengawas keuangan mempunyai tugas
yaitu memeriksa pengelolaan keuangan negara dan memeriksa pelaksanaan APBN.
Mahkamah agung (MA)
Badan ini sebelum UUD
45 diamandemen adalah salah satu lembaga tinggi negara dan merupakan pengadilan
negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan. Mahkamah agung mempunyai wewenang yaitu
menguji secara materil hanya terhadap peraturan perundang-undangan dibawah
undang-ungang, menyatakan tidak ada
semua peraturan perundang-undangan
dari tingkat yang lebih rendah daripada undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lenih
tinggi, memberikan nasehat hukum kepada presiden selaku kepala negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi,
dan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak
kepada lembaga tinggi negara yang lain.
Badan ini setelah UUD
45 diamandemen, badan ini berubah menjadi lembaga yudikatif yang membawahi MA, MK,
dan KY.
Mahkamah agung adalah
badan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman. Mahkamah agung menjalankan
dan melaksanakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan, tetapi tidak semua masalah hukum harus ke MA; bila
masalah hukum tidak selesai dipengadilan
negeri dan pengadilan tinggi maka
masalah tersebut dibawa ke MA.
Mahkamah konstitusi
(MK) adalah lembaga negara yang ada
setelah ada amandemen UUD45, jika ada undang-undang yang tidak disukai
oleh masyarakat atau dianggap tidak adil; masyarakat bisa mengadu ke MK.
Badan ini membahas tuntutan tersebut, jika ternyata UU tersebut melanggar peraturan lain seperti UUD 45 maka UU tersebut dapat dibatalkan.
Komisi yudisial
(KY) berfungsi untuk mengawasi pros3es
pengangkatan hakim agung serta hakim-hakim lainnya di dalam pengadilan sehingga
diperoleh hakim yang baik, adil dan bebas korupsi.
2.3 Hubungan Antarkelembagaan Negara Menurut UUD
45
Hubungan antara MPR dan
DPR
Kedua badan ini sebelum
UUD 45 diamandemen. MPR mempunyai
kedudukan tertinggi di antara lembaga
tinggi negara lainnya dan merupakan lembaga yang mempunyai eksistensi sendiri,
mandiri di antara lembaga tinggi negara yang lain. Dalam keanggotaannya, semua anggota DPR juga
anggota MPR.
Dewan perwakilan
rakyat mempunyai fungsi pengawasan,
dewan ini berkewajiban mengawasi tindakan presiden dalam rangka melaksanakan
haluan negara yang ditetapkan oleh majelis.
Oleh sebab itu bila dewan menganggap bahwa presiden sungguh-sunguh telah
melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh UUD atau oleh majelis, maka
dewan dapat meminta pertanggungjawaban
presiden.
Dari sisi lain tugas
pengawasan dewan diiringi dengan kedudukan anggota dewan menjadi anggota
majelis akan memperkuat kedudukan dewan disamping presiden sebagai kepala
eksekurif, sebab presiden tidak akan dapat membubarkan dewan; karena
membubarkan dewan akan berarti mebubarkan majelis. Perangkapan anggota dewan menjadi anggota
majelis dapat mengakibatkan ketergantungan MPR sebagai lembaga tertinggi
negara, pemegang kedaulatan rakyat kepada DPR.
Hubungan MPR dan
Presiden
Undang-undang dasar
1945 menetapkan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR. Majelis ini yang memegang kekuasaaan negara yang
tertinggi, sedangkan presiden harus menjalankan haluan negara menurut
garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh majelis. Presiden diangkat oleh majelis, ia adalah
mandataris majelis, ia wajib menjalankan putusan-putusan majelis. Presiden tidak neben akan tetapi
untergeordnet kepada majelis. Presiden
adalah penyelenggara pemerintah negara
yang tertinggi bahwa dengan adanya mandat dari majelis tidak berarti kedudukan
majelis terlimpah pada presiden.
Presiden sebagai mandataris tidak mengganti kedudukan majelis, tetapi
sebagai pelaksana yang menjalankan keputusan-keputusan majelis. Ketentuan UU dan penjelasannya tidak
menegaskan sejarah formal bahwa MPR mempunyai kewenangan memberhentikan presiden.
Menurut pasal 7 UUD 45, presiden akan berhenti sesudah memangku
jabatannya selama lima tahun dan sesudah itu dapat dipilih kembali.
Majelis permusyawaratan
rakyat menenatpkan mempunyai wewenang untuk mencabut mandat dan mandataris
sesungguhnya melanggar haluan negara dan atau UU. Dengan demikian presiden hanya dapat
memberhentikan dalam masa jabatannya
jika terdapat keadaan luar biasa (istimewa) dan dilakukan dalam sidang
istimewa. Majelis sebagai lembaga yang
mengangkat presiden, majelis dapat pula memberhentikan presiden karena
permintaan sendiri atau berhalangan tetap, sebelum habis masa jabatannya.
Hubungan antara
presiden dan DPR
Presiden dan DPR
merupakan dua lembaga tinggi negara yang mempunyai kedudukan berdampingan
sederajat. Presiden merupakan pihak
eksekutif dan DPR merupakan pihak legislatif.
Kedua lembaga negara tersebut kedudukannya di bawah MPR, apabila
presiden adalah mandataris majelis, maka DPR
(anggota majelis) merupakan bagian dari majelis. Presiden berdampingan dengan DPR, presiden
harus mendapatkan persetujuan DPR untuk menetapkan anggaran pendapatan dan
belanja negara. Oleh karena itu presiden
harus berkerja sama dengan dewan, artinya kedudukan presiden tidak tergantung
dari dewan. Menurut UUD 45 bahwa
presiden tidak dapat membubarkan dewan, sebaliknya dewan tidak dapat
menjatuhkan presiden dan para menterinya sebagai pembantu presiden. Dalam menjalankan tugas-tugas eksekutif dan
para menteri mendapat pengawasan dari DPR, tetapi tingkat pengawasan ini tetap
terikat oleh huubngan partnership, sehingga dalam sistem UUD 45 tingkat
pengawasan tiu tidak sampai pada kewenangan meminta pertanggungjawaban yang
mengakibatkan jatunya presiden dan para
menteri oleh DPR.
Meskipun para menteri
tidak bertanggungjawab kepada dewan, karena para menteri yang menjalankan
kekuasaan pemerintahan dalam praktek, maka yang banyak berhubungan dengan DPR
adalah para menteri, baik dalam pembuatan UU, penetapan APBN, dan menjelaskan
kebijaksanaan pemerintah. Presiden
berhubungan dengan dewan secara formal pada waktu penyampaian rencana APBN pada
tiap-tiap awal tahun, sekaligus penyampaian kebijaksanaan pemerintahan pada
tahun anggaran tersebut. Serta pada pidato kenegaraan menjelang hari ulang
tahun proklamasi.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan penulisan makalah ini dapat disimpulkan bahwa
l.
Kelembagaan negara tingkat pusat
termasuk bagian suasana (kehidupan
politik)
suprastruktural politik pemerintahan, tampak lembaga-lembaga negara
yang mempunyai dalam menentukan proses
kehidupan pemerintahan.
2. Kelembagaan negara sebelum UUD 45 diamandemen
terdiri atas lembaga
MPR negara tertinggi yang membawahi DPR,
Presiden, DPA, BPK, dan MA.
3. Kelembagaan negara setelah UUD 45 diamandemen
bahwa UUD 45 menjadi
pedoman membawahi semua lembaga tinggi negara yaitu MPR (DPR
dan
DPD), Presiden (wakil presiden dan para
menteri), BPK, kekuasaan kehakiman
(MA, MK, dan KY).
4. Kehidupan politik suprastruktur dan
infrastruktur saling mempengaruhi satu
sama lain sehingga keduanya mempengaruhi
kehidupan masyarakat dalam
mewujudkan tujuan Negara RI berdasarkan
UUD 45.
DAFTAR PUSTAKA
Y. Neta. 2011. Hukum Ilmu Negara. LP Unila.
Bandar Lampung. Hlm. 108-
112.
H.D.
Thaib, J. Hamidi, dan N. Huda.
2006. Teori dan Hukum Konstitusi.
PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hlm. 47-50.
Sorhino. 2005. Ilmu Negara. Liberty.
Yogyakarta. Hlm. 248-257.
H.
Ahmad dan A. Santoso. 1996. Kamus
Pintar Bahasa Indonesia. Pajar
Mulya.
Surabaya. Hlm. 246-247.
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Asdi Mahasatya. Jakarta.
Hlm. 246-247.
B.H.C.
Handoyo dan Y. Thresianti. 2000. Dasar-Dasar
Hukum Tata Indonesia.
Universitas
Atmajaya. Yogyakarta. Hlm. 113-119.
R.
Daman. 1993. Hukum
Tata Negara Suatu Pengantar. PT Raja
Grafindo
Persada. Jakarta.
Hlm. 164-167.
Anonim. UUD 45.
Pustaka Agung Harapan. Surabaya.
Hlm 122-128.
Nurcahjo. Hendra. Ilmu
Negara, cet. 1, Jakarta : PT. RajaGraindo Persada, 2005
Kusnardi. Moh,
Ibrohim, Harmaily. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, cet.7,
Jakarta: CV. Sinar Bakti, 1988
Thaib. Dahlan
dkk, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta : Grafindo, 1999
[1]
Y. Neta. 2011. Hukum Ilmu Negara. LP Unila.
B. Lampung. Hlm. 108-112.
[2]
H.D. Thaib, J. Hamidi, dan N Huda.
2006. Teori dan Hukum
Konstitusi. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta. Hlm. 47-50.
[3]
Sorhino. 2005. Ilmu Negara.
Liberty. Yogyakarta. Hlm. 248-257.
[4]
H. Ahmad dan A. Santoso. 1996. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Pajar Mulya.
Surabaya. Hlm. 246-247.
[5]
Sudarsono. 2007. Kamus Hukum.
Asdi Mahasatya. Jqakarta. Hlm. 246-247.
[6]
B.H.C. Handoyo dan Y. Thresianti.
2000. Dasar-Dasar Hukum Tata
Indonesia. Universitas
Atmajaya. Yogyakarta. Hlm. 113-119.
[7]
R. Daman. 1993. Hukum Tata Negara 9 Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hlm. 164-167.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar