HUTAN ATAU KELAPA SAWIT???
Negara Indonesia
merupakan Agraris ini yang mempunyai
hutan-hutan tropis. Namun sangat disayangkan sekarang harus menghadapi
permasalahan serius, dimana hutan-hutan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia mengalami pengalihan fungsi, dari fungsi hutan menjadi Kebun-Kebun
Sawit.
UU perkebunan pasal 13 ayat (1), Bab
IV tentang Pemberdayaan dan Pengolahan Usaha Perkebunan: “Usaha perkebunan dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia oleh
pelaku usaha perkebunan baik pekebun maupun perusahaan perkebunan”. Kalimat dalam pasal tersebut seolah-olah
mengizinkan pelaku usaha perkebunan diperbolehkan menggunakan lahan manapun
diseluruh Indonesia dan tidak ada larangan untuk wilayah tertentu.
Contoh di Jambi,
terjadi 29 kasus konflik lahan perkebunan antara masyarakat dengan perusahaan
dan 5 kasus konflik lahan di bidang kehutanan. Ini menandakan bahwa ada perseteruan
antara rakyat dengan para pengusaha dan antara rakyat dengan pemerintah dalam klaim
kepemilikan hutan. Kita tidak usah
repot-repot berpikir, tentunya semua lahan yang sekarang sudah terbentuk menjadi
kebun atau pemukiman, dulunya adalah hutan. Dahulu hutan masih tersebar luas dan merata,
namun kini hutan Sumatera tinggal 3,212 juta ha dari 3,736 juta ha keseluruhan
hutan di Sumatera Utara, ini mengindikasikan begitu cepatnya perubahan Hutan
Konservasi, Hutan Lindung dan kawasan Hutan Produksi menjadi lahan lain. Adanya perambahan hutan, illegal logging dan
pengalihan fungsi hutan oleh Pemerintah atau pihak-pihak tertentu kepada
pengusaha Penghasil Hutan (PPH). Demikian juga dengan perkebunan-perkebunan
sawit, pengusaha sawit telah merubah
hutan Sumatera, data membuktikan hal tersebut di Jambi dan Pekan Baru, akibat
alih fungsi Hutan menjadi Perkebunan Kelapa Sawit, ribuan hektar Hutan tidak
tampak lagi. Harimau Sumatera, Badak Sumatera, Gajah Sumatera dan Orang Utan
yang hidup di hutan-hutan Sumatera terancam kepunahannya.
Kembali kepada otonomi daerah perizinan pemanfaatan lahan yang bergantung kepada keputusan pemerintah masing-masing daerah. Berdasarkan pasal 17ayat (5): “Izin usaha perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Gubernur untuk wilayah lintas kabupaten atau kota dan Bupati/Walikota untuk wilayah kabupaten atau kota”. Dari pasal tersebut kembali lagi tetap membutuhkan kebijakan pemerintah, jika pemerintah sadar akan pentingnya fungsi hutan maka tidak akan ada eksploitasi besar-besaran pada lahan hutan untuk kegiatan-kegiatan pengembangan industri.
Pada UU perkebunan pasal 25 ayat (1): “Setiap pelaku usaha
perkebunan wajib memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah
kerusakannya”. Dalam undang-undang
tersebut hanya disebutkan agar memelihara kelestarian linkungan namun UU
perkebunan belum mengatur dengan tegas keharusan bagi pemohon untuk
menyelesaikan proses perubahan kelestarian lingkungan terutama kawasan hutan. Ketiadaan peraturan ini yang menjadi peluang bagi
pemohon dan pemberi izin, baik yang sengaja maupun yang tidak sengaja, untuk
memiliki dan memberikan izin usaha perkebunan di
kawasan hutan. Implikasinya adalah tidak
sedikit kawasan hutan yang secara nyata telah beralih fungsi menjadi perkebunan tanpa izin perubahan peruntukan yang
sah. Perubahan penggunaan lahan dan
hutan disinyalir menjadi masalah utama deforestasi dan degradasi
hutan di Indonesia.
Pasal 19 ayat (1): “Pemerintah, provinsi, kabupaten atau kota mendorong dan
memfasilitasi pemberdayaan pekebun, kelompok pekebun, koperasi pekebun, serta
asosiasi pekebun berdasarkan jenis tanaman yang dibudidayakan untuk
pengembangan usaha agribisnis perkebunan”. Dan ayat (3): “Pemerintah mendorong dan memfasilitasi terbentuknya dewan
komoditas yang berfungsi sebagai wadah untuk pengembangan komoditas strategis
perkebunan bagi seluruh pemangku kepentingan perkebunan”. Dalam pasal tersebut kata-kata “mendorong dan
memfasilitasi” mengutarakan bahwa pemerintah seakan lebih mendukung kepentingan
yang berhubungan dengan pengembangan wilayah untuk perkebunan dibandingkan
pengembangan wilayah untuk hutan.
Pada usaha perkebunanan memang
memberikan manfaat seperti terciptanya lapangan pekerjaan dan peningkatan
pendapatan masyarakat, tapi pertanyaannya sejauh mana usaha perkebunan dapat
menciptakan lapangan pekerjaan dan sejauh mana pendapatan masyarakat meningkat dengan
adanya perkebunan tersebut. Tetapi,
apakah dengan segala yang menggiurkan akan manfaat Kelapa Sawit mengakibatkan
kita menghalalkan segala cara untuk menggunduli Hutan Tropis kita? Apakah kejayaan
Hutan Indonesia khususnya Sumatera yang oleh UNESCO telah didaftarkan menjadi
Hutan Warisan Dunia akan hilang atau punah? Sekarang dibutuhkan kesadaran dari
kita semua, seluruh lapisan masyarakat Sumatera baik itu masyarakatnya maupun
yang duduk di pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar