Laman

PLEASE YANG COPY-PASTE DARI BLOG, TOLONG DICANTUMKAN ^_^

Rabu, 25 September 2013

HUTAN ATAU KELAPA SAWIT



HUTAN ATAU KELAPA SAWIT???


Negara Indonesia merupakan  Agraris ini yang mempunyai hutan-hutan tropis. Namun sangat disayangkan sekarang harus menghadapi permasalahan serius, dimana hutan-hutan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami pengalihan fungsi, dari fungsi hutan menjadi Kebun-Kebun Sawit.

UU perkebunan pasal 13 ayat (1), Bab IV tentang Pemberdayaan dan Pengolahan Usaha Perkebunan: “Usaha perkebunan dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia oleh pelaku usaha perkebunan baik pekebun maupun perusahaan perkebunan”.  Kalimat dalam pasal tersebut seolah-olah mengizinkan pelaku usaha perkebunan diperbolehkan menggunakan lahan manapun diseluruh Indonesia dan tidak ada larangan untuk wilayah tertentu.
Contoh di Jambi, terjadi 29 kasus konflik lahan perkebunan antara masyarakat dengan perusahaan dan 5 kasus konflik lahan di bidang kehutanan. Ini menandakan bahwa ada perseteruan antara rakyat dengan para pengusaha dan antara rakyat dengan pemerintah dalam klaim kepemilikan hutan.  Kita tidak usah repot-repot berpikir, tentunya semua lahan yang sekarang sudah terbentuk menjadi kebun atau pemukiman, dulunya adalah hutan.  Dahulu hutan masih tersebar luas dan merata, namun kini hutan Sumatera tinggal 3,212 juta ha dari 3,736 juta ha keseluruhan hutan di Sumatera Utara, ini mengindikasikan begitu cepatnya perubahan Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan kawasan Hutan Produksi menjadi lahan lain.  Adanya perambahan hutan, illegal logging dan pengalihan fungsi hutan oleh Pemerintah atau pihak-pihak tertentu kepada pengusaha Penghasil Hutan (PPH).  Demikian juga dengan perkebunan-perkebunan sawit,  pengusaha sawit telah merubah hutan Sumatera, data membuktikan hal tersebut di Jambi dan Pekan Baru, akibat alih fungsi Hutan menjadi Perkebunan Kelapa Sawit, ribuan hektar Hutan tidak tampak lagi. Harimau Sumatera, Badak Sumatera, Gajah Sumatera dan Orang Utan yang hidup di hutan-hutan Sumatera terancam kepunahannya.

Kembali kepada otonomi daerah perizinan pemanfaatan lahan yang bergantung kepada keputusan pemerintah masing-masing daerah.  Berdasarkan pasal 17ayat (5): “Izin usaha perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Gubernur untuk wilayah lintas kabupaten atau kota dan Bupati/Walikota untuk wilayah kabupaten atau kota”.  Dari pasal tersebut kembali lagi tetap membutuhkan kebijakan pemerintah, jika pemerintah sadar akan pentingnya fungsi hutan maka tidak akan ada eksploitasi besar-besaran pada lahan hutan untuk kegiatan-kegiatan pengembangan industri.

Pada UU perkebunan pasal 25 ayat (1): “Setiap pelaku usaha perkebunan wajib memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah kerusakannya”. Dalam undang-undang tersebut hanya disebutkan agar memelihara kelestarian linkungan namun UU perkebunan belum mengatur dengan tegas keharusan bagi pemohon untuk menyelesaikan proses perubahan kelestarian lingkungan terutama kawasan hutan.  Ketiadaan peraturan ini yang menjadi peluang bagi pemohon dan pemberi izin, baik yang sengaja maupun yang tidak sengaja, untuk memiliki dan memberikan izin usaha perkebunan di kawasan hutan.  Implikasinya adalah tidak sedikit kawasan hutan yang secara nyata telah beralih fungsi menjadi perkebunan tanpa izin perubahan peruntukan yang sah.  Perubahan penggunaan lahan dan hutan disinyalir menjadi masalah utama deforestasi dan degradasi
hutan di Indonesia.
Pasal 19 ayat (1): “Pemerintah, provinsi, kabupaten atau kota mendorong dan memfasilitasi pemberdayaan pekebun, kelompok pekebun, koperasi pekebun, serta asosiasi pekebun berdasarkan jenis tanaman yang dibudidayakan untuk pengembangan usaha agribisnis perkebunan”.  Dan ayat (3): “Pemerintah mendorong dan memfasilitasi terbentuknya dewan komoditas yang berfungsi sebagai wadah untuk pengembangan komoditas strategis perkebunan bagi seluruh pemangku kepentingan perkebunan”.  Dalam pasal tersebut kata-kata “mendorong dan memfasilitasi” mengutarakan bahwa pemerintah seakan lebih mendukung kepentingan yang berhubungan dengan pengembangan wilayah untuk perkebunan dibandingkan pengembangan wilayah untuk hutan.

Pada usaha perkebunanan memang memberikan manfaat seperti terciptanya lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan masyarakat, tapi pertanyaannya sejauh mana usaha perkebunan dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan sejauh mana pendapatan masyarakat meningkat dengan adanya perkebunan tersebut.  Tetapi, apakah dengan segala yang menggiurkan akan manfaat Kelapa Sawit mengakibatkan kita menghalalkan segala cara untuk menggunduli Hutan Tropis kita? Apakah kejayaan Hutan Indonesia khususnya Sumatera yang oleh UNESCO telah didaftarkan menjadi Hutan Warisan Dunia akan hilang atau punah? Sekarang dibutuhkan kesadaran dari kita semua, seluruh lapisan masyarakat Sumatera baik itu masyarakatnya maupun yang duduk di pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar