PENGARUH CEKAMAN AIR TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
(Paper Mata Kuliah Produksi Tanaman Serealia)
Oleh:
Kelompok 3
Adawiah 1114121002
Defika Dwi Pratiwi 1114121052
Gede Adi Suryabratha 1114121092
Peni Yulianti 1114121150
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2013
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi
kehidupan manusia
dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai
bahan makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai makanan pokok, jagung merupakan bahan dasar atau bahan olahan
untuk minyak goreng, tepung maizena, ethanol, asam organic, makanan kecil dan
industri pakan ternak. Pakan ternak untuk unggas membutuhkan jagung sebagai
komponen utama sebanyak 51, 4 %. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia
terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi
perkapita per tahun dan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.
Salah
satu upaya peningkatan produktivitas guna mendukung program pengembangan agribisnis
jagung adalah penyediaan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman (Ditjen
Tanaman Pangan 2005). Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa hampir
79% areal pertanaman jagung di Indonesia terdapat di lahan kering,
dan sisanya 11% dan 10% masing-masing pada lahan sawah beririgasi dan
lahan sawah tadah hujan (Mink et al. 1987). Data tahun 2002
menunjukkan adanya peningkatan luas penggunaan lahan untuk tanaman jagung
menjadi 10-15% pada lahan sawah irigasi dan 20-30% pada lahan sawah tadah hujan
(Kasryno 2002).
Kegiatan
budi daya jagung di Indonesia hingga saat ini masih bergantung pada
air hujan. Menyiasati hal tersebut, pengelolaan air harus diusahakan secara
optimal, yaitu tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, sehingga efisien dalam upaya
peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam dan peningkatan
intensitas pertanaman. Selain itu, antisipasi kekeringan tanaman akibat
ketidakcukupan pasokan air hujan perlu disiasati dengan berbagai upaya,
Sementara itu, penundaaan waktu tanam akan menyebabkan terjadinya cekaman
kekurangan air pada fase pertumbuhan sampai pembentukan biji. Oleh karena itu,
dibutuhkan teknologi pengelolaan air bagi tanaman jagung.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari
pembuatan tulisan ini adalah:
Mengetahui pengaruh beberapa perlakuan pada tanaman jagung dalam mengatasi
cekaman kekurangan air pada lahan kering terhadap produktivitas tanaman jagung
serta mengetahui metode pemberian air.
II.
ISI
2.1
Botani Jagung
Jagung
merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam
80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif
dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat
bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m,
ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari
permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa
varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak
memiliki kemampuan ini.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus: : Zea
Spesies Zea mays L.
Kerajaan : Plantae
Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus: : Zea
Spesies Zea mays L.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.
2.2 Kandungan Gizi
Pada Jagung
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada
pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan
kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya
merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan
gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis
diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa..
Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah:
·
Kalori : 355 Kalori
·
Protein : 9,2 gr
·
Lemak : 3,9 gr
·
Karbohidrat : 73,7
gr
·
Kalsium : 10 mg
·
Fosfor : 256 mg
·
Ferrum : 2,4 mg
·
Vitamin A : 510 SI
·
Vitamin B1 : 0,38
mg
·
Air : 12 gr
Dan bagian yang dapat dimakan 90 %.
Untuk ukuran yang sama, meski jagung mempunyai kandungan
karbohidrat yang lebih rendah, namum mempunyai kandungan protein yang lebih
banyak.
2.3 Hubungan
Jumlah Pemberian Air dengan Hasil Jagung
Ketepatan
pemberian air sesuai dengan tingkat pertumbuhan tanaman jagung
sangat berpengaruh terhadap produksi. Periode pertumbuhan tanaman
yang membutuhkan adanya pengairan dibagi menjadi lima fase, yaitu
fase pertumbuhan awal (selama 15-25 hari), fase vegetatif (25-40 hari), fase
pembungaan (15-20 hari), fase pengisian biji (35-45 hari), dan fase pematangan
(10-25 hari).
Skema
pertumbuhan tanaman pada setiap fase disajikan pada Gambar 2. Frekuensi
dan kedalaman pemberian air dan curah hujan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap hasil jagung. Tanaman jagung lebih toleran terhadap kekurangan air
pada fase vegetatif (fase 1) dan fase pematangan/masak (fase 4). Penurunan
hasil terbesar terjadi apabila tanaman mengalami kekurangan air pada fase
pembungaan, bunga jantan dan bunga betina muncul, dan pada saat terjadi proses
penyerbukan (fase 2).
Penurunan
hasil tersebut disebabkan oleh kekurangan air yang mengakibatkan terhambatnya
proses pengisian biji karena bunga betina/tongkol mengering, sehingga jumlah
biji dalam tongkol berkurang. Hal ini tidak terjadi apabila kekurangan air terjadi
pada fase vegetatif. Kekurangan air pada fase pengisian/pembentukan biji (fase
3) juga dapat menurunkan hasil secara nyata akibat mengecilnya ukuran biji .
Kekurangan air pada fase pemasakan/pematangan (fase 4) sangat kecil pengaruhnya
terhadap hasil tanaman.
Gambar 2. Skema pertumbuhan tanaman jagung pada setiap
fase (FAO 2001).
2.4 Pengaruh Cekaman Air
terhadap Pertumbuhan Tanaman
Cekaman kekeringan yang berlebihan merupakan salah satu
cekaman terluas yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi di areal pertanian.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor cekaman abiotik, dimana persentase
cekaman kekeringan sebesar 26%, kemudian diikuti oleh cekaman mineral 20%, suhu
rendah 15%, sedangkan sisanya adalah cekaman biotik 39% (Kalefetoglu and
Ekmekci, 2005).
Setiap jenis tanaman memiliki response yang berbeda-beda
terhadap kekurangan air pada setiap fase pertumbuhannya, termasuk Jagung.
Pemberian kedalaman air irigasi dan waktu pemberian sangat penting untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan air dan memaksimalkan produksi. Tanaman
jagung lebih toleran terhadap kekurangan air pada fase vegetatif dan fase
pematangan/masak. Penurunan hasil terbesar terjadi apabila tanaman mengalami
kekurangan air pada fase pembungaan, bunga jantan dan bunga betina muncul, dan
pada saat terjadi proses penyerbukan.
Penurunan hasil tersebut disebabkan oleh kekurangan air
yang mengakibatkan terhambatnya proses pengisian biji karena bunga betina/tongkol mengering,
sehingga jumlah biji dalam tongkol berkurang. Hal ini tidak terjadi apabila
kekurangan air terjadi pada fase vegetatif. Kekurangan air pada fase pengisian/pembentukan
biji juga dapat menurunkan hasil secara nyata akibat mengecilnya ukuran
biji.Kekurangan air pada fase pemasakan/pematangan sangat kecilpengaruhnya
terhadap hasil tanaman (FAO, 2001 dalam Aqil dkk, 2008).
Oleh karena itu ada peluang untuk meningkatkan efisiensi
pemberian air pada
tanaman jagung dengan cara mengurangi pemberian air irigasi. Selain dengan irigasi hemat
air, salah satu metode yang dapat diterapkan untuk memberikan air irigasi
yang efisien dan efektif yaitu dengan irigasi defisit.
Hal utama dalam irigasi defisit adalah meningkatkan
efisiensi penggunaan air irigasi dengan cara memberikan irigasi tidak penuh
(hanya sebagaian dari kebutuhan air irigasi) untuk tanaman pada satu atau lebih
dari fase/tahap pertumbuhan tanaman yang memiliki dampak terkecil pada
pertumbuhan dan produksi tanaman (Kirda, et al, 1999).
Untuk memahami mekanisme yang menyebabkan keterbatasan
hasil pada tanaman karena kekurangan air, percobaan dilakukan dengan rancangan acak lengkap dengan pengaturan split-petak. System
irigasinya terdiri dari pengairan yang cukup sampai masak fisiologis (W1) atau periode stres air parah
(W2) pada tahap V8 ontogenesis dan
berbunga,
dialokasikan untuk plot utama. Defoliasi (V8 dan berbunga) dan
kombinasi intensitas (memotong satu atau dua
pertiga dari helai daun) dan satu kontrol (lima perlakuan pembatasan sumber) dialokasikan pada
subplot.
Tabel 1. Sarana untuk hasil gabah, total biomassa, indeks panen, jumlah gabah per tongkol (NGE), berat 1000 butir (TSW)
yang dipengaruhi oleh manipulasi sumber pada saat bunga mekar dan air pasca-bunga
mekar dalam analisis gabungan dari 2007-2008 dan 2008
- Data 2009.
Tabel diatas menunjukkan bahwa jagung dengan perlakuan
pengairan sedang masak fisiologis (W1) hasil gabah, biomassa, indeks panen,
lebih tinggi daripada periode stress parah (W2). Namun dari bobot 1000 butir jagung dengan
perlakuan periode stress parah (W2) lebih baik dibandingkan dengan pengairan
sedang masak fisiologis (W1). Sedangkan
pemotongan sepertiga helai daun pada saat berbunga (D4) dapat meningkatkan
besar hasil, biomassa, jumlah butir per tongkol, dan bobot 1000 butir
dibandingkan dengan kontrol, memotong
satu pertiga
daun pada tahap
ontogenesis V8, pemotongan dua
pertiga dari helai daun
di V8, dan pemotongan
dua pertiga dari helai daun pada berbunga.
indeks panen dan biomassa (Tabel 3), menunjukkan bahwa
pre-bunga mekar pembatasan sumber kekuatan mengurangi hasil gabah baik melalui akumulasi
bahan kering lebih rendah dan dengan mengurangi efisiensi alokasi bahan kering
untuk pengisian gandum (Reynolds dan Trethowan 2007).
Tabel
2. Sarana untuk hasil gabah, total biomassa, indeks panen, jumlah gabah per tongkol (NGE), berat 1000 butir
(TSW) yang dipengaruhi oleh interaksi dua arah antara semua faktor eksperimental dalam analisis gabungan data 2007-2008 dan
2008-2009
Perlakuan W2D4, daun pengurangan
transpirasi akan lebih tinggi dari hidrasi tanah setelah defoliasi pada
berbunga, yang mungkin mengakibatkan penghambatan hilangnya set kernel
(tenggelam kapasitas) karena defisit air. Namun, pada perlakuan W2D1, kehilangan air yang
tinggi dari daun pada tanaman non-defoliated yang
mengalami kekurangan
air menyebabkan proporsi kuntum atau penurunan pembelahan sel endosperm dan
mengurangi kapasitas wastafel. Jadi, cukup asimilasi dari
daun tidak akan hasil hasil gabah dicapai tanpa wastafel mampu. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hasil gabah tidak tambahan dibatasi oleh defoliasi
bawah kadar air tanah yang rendah (Tabel 2).
Hal ini menunjukkan bahwa di bawah tekanan air, ada bukti kuat pembatasan
kapasitas tenggelam dibandingkan dengan kekuatan sumber (Ahmadi et al. 2009).
2.5
Praktek Pemberian Air di Pertanaman
2.5.1 Pengairan Tanaman dalam Kondisi Berkecukupan Air
Dalam
kondisi air tersedia dalam jumlah yang cukup, setelah dilakukan penanaman,
lahan sebaiknya diairi. Hal ini untuk menjaga agar perkembangan akar tanaman
menjadi baik. Untuk pemberian air selanjutnya, kisaran nilai kadar lengas tanah
antara kapasitas lapang dan titik layu permanen, merupakan air tersedia yang
dapat dimanfaatkan oleh tanaman (AW), dijadikan indikator dalam menentukan
jumlah dan waktu pemberian air.
Kapasitas
lapang adalah kadar lengas tanah yang tertahan dalam tanah setelah
tanah mengalami proses penjenuhan akibat hujan atau irigasi, yang berlangsung
antara 2-3 hari setelah hujan. Kondisi ini terjadi pada tekanan isap tanah
mencapai -0,33 bar. Titik layu permanen adalah jumlah air minimum di mana
tanaman sudah mulai layu dan tidak dapat tumbuh lagi walaupun diberi tambahan
air (Een.wikipedia 2007).
Penurunan
transpirasi aktual tanaman relatif lebih kecil apabila kondisi lengas
tanah berada antara KL dan qc dibandingkan penurunan transpirasi aktual tanaman
pada kondisi di mana lengas tanah berada antara qc dan TLP. Dengan kata lain,
apabila kondisi lengas tanah dijaga pada kisaran antara KL dan qc kualitas
hasil tanaman lebih baik.
Walaupun
secara teoritis tanaman masih mampu mendapatkan air dari tanah
dalam kondisi kadar lengas tanah sudah melewati TLP tanaman, namun
sedikit demi sedikit kemampuan mentranspirasikan air akan berkurang
seiring menutupnya stomata sebagai respon terhadap kekurangan
air. Gambar 7 memperlihatkan variasi laju transpirasi aktual tanaman
jagung terhadap kondisi lengas tanah, yang didefinisikan sebagai kadar lengas
tanah kritis (qc ).
Irigasi
biasanya dijadwalkan untuk menjaga kondisi lengas tanah di atas nilai
tanah. Dalam prakteknya, volume tiap satuan luas permukaan dari lengas
tanah antara kapasitas lapang dan qc kadang-kadang disebut lengas tanah yang
tersedia/siap dimanfaatkan oleh tanaman (RAW).
Nilai
lengas tanah dapat diukur dengan menggunakan tensiometer. Pengukuran
lengas tanah juga dapat dilakukan secara gravimetri atau menggunakan
alat neutron probe.
2.5.2
Strategi Pemberian Air Jagung dalam Kondisi Defisit Air
Mempertimbangkan
besarnya pengaruh cekaman kekurangan air terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil
tanaman jagung, diperlukan pengaturan pemberian air secara terencana, baik
dalam jumlah maupun kedalaman pemberian, khususnya pada kondisi kekurangan air.
Dengan
memperhitungkan tingkat ETP dalam pemberian air irigasi, perkiraan
deplesi air pada fase-fase pertumbuhan tanaman adalah 40% pada
fase pertumbuhan awal, antara 55-65% pada fase 1, fase 2, dan fase 3, serta 80%
pada fase pemasakan.
Dalam
kondisi tidak ada hujan dan ketersediaan air irigasi sangat terbatasmaka
pemberian air bagi tanaman dapat dikurangi dan difokuskan pada periode
pembungaan (fase 2) dan pembentukan biji (fase 3). Pemberian air selama fase
vegetatif dapat dikurangi. Dengan irigasi yang tepat waktu dan tepat jumlah
maka diharapkan akan didapatkan hasil jagung 6-9 t/ha (kadar air 10-13%),
dengan efisiensi penggunaan air 0,8-1,6 kg/m3.
2.6
Metode Pemberian Air
Linsley
dan Fransini (1986) membagi metode pemberian air bagi tanaman
jagung
ke dalam lima metode yaitu:
1.
model genangan
2.
model alur (furrow)
3.
model bawah permukaan (sub surface)
4.
model pancaran (sprinkler)
5.
model tetes (drip)
Di
antara model tersebut, pemberian air dengan metode alur paling banyak
diterapkan dalam budi daya jagung. Dengan metode ini air diberikan melalui
alur-alur di sepanjang baris tanaman. Dengan penggunaan alur untuk
mendistribusikan air, kebutuhan pembasahan hanya sebagian dari permukaan
(1/2-1/5) sehingga mengurangi kehilangan air akibat penguapan, mengurangi
pelumpuran tanah berat, dan memungkinkan untuk mengolah tanah lebih cepat
setelah pemberian air.
III.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari paper ini adalah sebagai
berikut:
- Cekaman kekeringan yang berlebihan merupakan salah satu cekaman terluas yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi di areal pertanian.
- Setiap jenis tanaman memiliki response yang berbeda-beda terhadap kekurangan air pada setiap fase pertumbuhannya, termasuk Jagung. Pemberian kedalaman air irigasi dan waktu pemberian sangat penting untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan memaksimalkan produksi.
- Selain dengan irigasi hemat air, salah satu metode yang dapat diterapkan untuk memberikan air irigasi yang efisien dan efektif yaitu dengan irigasi defisit.
- Perlakuan W1D1 (pengairan sedang masak fisiologis-kontrol) dan W2D4 (periode stress parah- pemotongan sepertiga helai daun pada saat berbunga) memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
M.
Aqil, I.U. Firmansyah, dan M. Akil. 2008. Pengelolaan
Air Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Oversyi,
M dkk, 2010. The Impact of source restriction on yield formation of corn due to
water deficiency. Islamic Azad University. Iran
Rasyid, Burhanuddin, Samosir dan Sutomo. 2010. Jurusan Ilmu Tanah,
Fak. Pertanian, Universitas Hasanuddin Respon Tanaman Jagung (Zea mays) pada
Berbagai Regim air Tanah dan Pemberian
Pupuk Nitrogen.
Tusi, Ahmad dan R.A. Bustomi
Rosad, 2007. Aplikasi Irigasi Defisit Pada Tanaman Jagung. Department
of Agriculture Engineering, Faculty of Agriculture, University of Lampung,
Bandar Lampung.
trimakasi
BalasHapus